Ohio State Leadership Studies
Consideration
Initiating Structure
Michigan Leadership Studies
Task-Oriented Behavior
Relations-Oriented Behavior
Participative Leadership
Skandinavia Leadership Studies
Task Oriented
People Oriented
Change Oriented
Sebagian besar penelitian terhadap perilaku pemimpin
berfokus pada struktur dan pertimbangan-pertimbangan pemimpin Meskipun
kesimpulan berbeda, hasil keseluruhan menunjukkan bahwa pemimpin yang efektif
memiliki kemampuan ”High-high” (manajer yang efektif memiliki kepedulian yang
tinggi baik bagi orang-orang dan produksi.) Kunci keberhasilan perilaku adalah
perencanaan, mengklarifikasi, dan pemantauan. Kunci hubungan perilaku yang
berorientasi adalah mendukung, mengembangkan, dan mengenali.
1.1 PENELITIAN KEPEMIMPINAN DI OHIO STATE UNIVERSITY
Kuesioner penelitian tentang kepemimpinan yang
efektif di pengaruhi oleh penelitian awal Ohio State University. Selama tahun
1950-an, tugas awal para peneliti adalah mengidentifikasikan kategori-kategori
perilaku kepemimpinan yang relevan dan mengembangkan kuesioner yang menjelaskan
perilaku ini. Para peneliti telah menyusun daftar dari sekitar 1.800 contoh
perilaku kepemimpinan, kemudian mengurangi daftar tersebut sehingga 150 hal
yang kelihatan menjadi contoh yang baik mengenai fungsi kepemimpinan yang
penting. Kuesioner awal yang terdiri dari hal-hal ini digunakan dengan sampel
personalia militer dan sipil untuk menjelaskan perilaku para penyelia mereka
(Fleihsman, 1953 & Winer, 1957; Hemphil & Coons, 1957)
a. Kategori perilaku kepemimpinan
Analisis faktor terhadap respons-respons kuesioner
menunjukan bahwa para bawahan memandang perilaku penyelia mereka terutama
berdasarkan dua kategori yang terdefinisi secara luas, yang satu hubungan
dengan tujuan tugas yang lainnya berhubungan dengan hubungan antar peribadi.
1.
Pertimbangan. Pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan
mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan
kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan,
meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahn bawahan, medukung atau berjuang
bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari
bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya.
2.
Struktur memprakarsai (initiating structure). Pemimpin menentukan dan
membuat strukutur perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah pencapaian
tujuan formal. Contohnya meliputi, mengkritik pekerjaan yang buruk, menekankan
pentingnya memenuhi tenggat waktu, menugaskan bawahan, mempertahnkan standar
kinerja tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur standar, dan
menawarkan pendekatan pendekatan baru terhadap masalah, dan mengkoordinasikan
aktivitas para bawahan yang berbeda-beda.
b.
Kuesioner deskripsi perilaku
Berdasarkan hasil studi-studi awal, dua buah
kuesioner yang direvisi dan dipersingkat telah dibuat untuk mengukur
pertimbangan dan struktur memperkarsai : Leader Behaviour Description
Quesionnaire (LBDQ) dan Supervisory Behaviour Description (SBD atau SBDQ). Walaupun kedua kuesioner ini sering di
perlakukan sama, isi skala perilaku bagi kedua versi kuesioner tersebut
tidaklah sama (Schriesheim & stogill 1975), kuesioner ketiga, yang disebut
“Leader Openion Quesionnare” (LOQ), oleh beberapa peneliti telah di anggap
sebagai ukuran mengenai perilaku, namun ia lebih cocok untuk dipandang sebagai
ukuran tentang sikap daripada perilaku.
v STUDI-STUDI
KEPEMIMPINAN DARI MICHIGAN
Proses penelitian utama kedua mengenai perialaku
kepemimpinan telah dilakukan oleh para peneliti dari University of Michigan
pada waktu yang kira-kira sama dengan studi kepemimpinan dari Ohio State
University. Fokus penelitian Michigan adalah identifikasi hubungan di antara
perilaku pemimpin, proses kelompok, dan ukuran mengenai kinerja kelompok.
Penelitian awal adalah sejumlah studi lapangan dengan berbagai macam pemimpin,
termasuk para manajer bagian dalam sebuah perusahaan asuransi (Katz, Maccoby
dan Morse1950), para penyelia di dalam sebuah perusahaan pabrikasi yang besar
(Katz dan Kahn 1952), dan para penyelia dari kelompok bagian kereta api (Katz,
Maccoby, Gurin dan Floor 1951), informasi tentang perilaku manajerialdi
kumpulkan dengan cara wawancara dan kuesioner. Ukuran ojektif mengenai
produktifitaskelompok di gunakan untuk menggolongkan para menejer sebagai
relatif efektif atau tidak efktif. Perbandingan anatara para manajer, yang
efektif dan tidak efktif telah mengungkapkan beberapa perbedaan yang menarik
dalam perilaku manajerial, yang diringkaskan oleh Likert (1961-1967).
a. Perilaku kepemimpinan efektif
Penelitian menemukan bahwa tiga jenis perilaku
kepemimpinan dapat dibedakan antara para manajer yang efektif dan manajer tidak
efektif. Setiap jenis perilaku dijelaskan secara singkat.
1.
Perilaku yang berorientasi tugas. Para manajer yang efektif tidak
mengguanakan waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti
para bawahannya. Sebaliknya para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada
fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan menagatur
pekerjaan, mengkoordinasikan kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan,
peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan.
2.
Perilaku yang berorientasi hubungan. Bagi para manajer yang efektif,
perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan perhatian
terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih penuh
perhatian, mendukung dan membantu para bawahan. Perilaku mendukung yang
berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif meliputi memperhatikan kepercayaan
dan rasa percaya, bertindak ramah dan perhatian, berusaha memahami permasalah
bawahan, membantu mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu
memberi informasi kepada bawahan, memperhatikan apresiasi terhadap ide-ide para
bawahan, dan memberiak pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
3.
Kepemimpinan partisipatif. Para manajer yang efektif menggunakan lebih
banyak supervisi kelompok daripada mengendalikan setiap bawahan
sendiri-sendiri. Pertemuan kelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerja sama, dan
memudahkan pemecahan konflik. Peran manajer dalam pertemuan kelompok yang utama
adalah harus memandu diskusi dan membuatnya mendukung konstruktif, dan
berorientasi pada pemecahan masalah.
b.
Kepemimpinan rekan sejawat
Bower dan Seashore (1966) memperluas penelitian
tentang perilaku kepemimpinan dengan berpendapat bahwa kebanyakan fungsi
kepemimpinan dapat dilakukan oleh orang lain selain pemimpin kelompok yang
telah ditunjuk. Menurut Bowers dan Seashore (1966 hal 249) terdapat pikiran
sehat dan juga alasan teoritis untuk meyakini bahwa seorang pemimpin yang
diakui secara ormal melalui perialaku kepemimpinan penyelianya tersebut menentukan
pola kepemimpinan bersama yang diberikan oleh masing-masing bawahan.
Bowers dan Seashore adalah peneliti pertama yang
menyusun kuesioner untuk mejelaskan kepemimpinan rekan sejawat dan juga
perilaku kepemimpinan oleh manajer. Survey organization (Taylor dan Bowers
1972) yang telah digunakan secara luas dalam organisasi oleh para peneliti di
University of Michigan, mempunyai skala yang mengukur dua perilaku yang
berorientasi pada tugas (penekanan dan sasaran pemberian fasilitas kerja).
v KETERBATASAN
DARI PENELITIAN SURVEI
Penelitian yang menggunakan kuesioner sejauh
inimenggunakan metode umum yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara
perilaku kepemmpinan yang bersifat mendasarinya (misalnya, ciri-ciri
kepemimpinan, sikap) atau hasil dari perilaku ini (misalnya, kepuasan dan
kinerja bawahan). Namun, sering sulit diterjemahkan makna dari hasil studi
survei ini. Dua sumber kesalahan meliputi keterbatasana kuesioner dan
permasalahan dalam menentukan hubungan sebab akibat (causality).
a. Bias
dalam Kuesioner Deskripsi Perilaku
Kuesioner deskripsi perilaku rentan terhadap
beberapa jenis bias dan kesalaan (Luthans dan Lockwood,1984; Schriesheim dan
Kerr 1977; Uleman, 1991). Sebuah sumber kesalah adalah penggunaan hah-hal
ambigu (samar-samar).yang dapat diterjemahkan dalam beberapa cara berbeda oleh
beberapa responden berbeda. Kebanyakan kuesioner kepemimpinan memiliki format
respon tetap yang meminta responden memikirkan kembali selama periode beberapa
bulan atau tahun dan menunjukan beberapa sering atau berapa banyak seorang
pemimpin menggunakan perilaku yang dijelaskan dalam item tertentu.
Sumber kesalah lain item-item kuesioner adalah bias
respons. Misalnya beberapa responden menjawab setiap item dengan cara hampir
sama meskipun terdapat perbedaan nyata
dalam perilaku pemimpin itu, karena responden menyukai (atau tidak
menyukai) pemimpin tersebut (Schriesheim, Kinicki dan Schriesheim, 1979).
b.
Menerjemahkan hubungan sebab akibat dalam studi survei
Sebagian besar penelitian mengenai dampak perilaku
kepemimpinan telah mengukur perilaku dengan kuesioner yang diisi oleh para
bawahan, dan nilai-nilai perilaku yang dihasilkan telah dokorelasikan dengan
ukuran kriteria yang diperoleh pada titik waktu yang sama.
v PENELITIAN
PERILAKU TUGAS DAN HUBUNGAN MELALUI EKSPERIMEN
Cara terbaik untuk menemukan hubungan sebab akibat
adalah dengan melakukan eksperimen dimana perilaku pemipin dimanipulasi dengan
melatih para pemipin untuk meggunakan perilaku tertentu. Beberapa eksperimen
telah dilakukan dalam suasana laboratorium kepada para mahasiswa universitas
(Day, 1971; Day dan Hamblin, 1964; Farris dan Lim, 1969; Herold, 1977; Lowin
dan Craig, 1968; Misumi dan Shirakashi, 1966; Sims dan Manz 1984).penelitian
ini memperlihatkan bahwa hubungan sebab akibat beroperasi dalam dua arah,
mdengan perilaku kehasil, dan sebaliknya.
Keterbatasan dan kebanyakan eksperimen laboratorium
mengenai kepemimpinan adalah bahwa eksperimen itu sangant tidak realistis,
sehingga sulit menggeneralisasi hasilnya kepara karyawan dalam organisasi
sebenarnya. Dalam usaha untuk
menanggulangi keterbatasan tersebut, dua buah studi telah dilakukan dengan
memperkerjakan para mahasiswa untuk sementara waktu, bekerja paruh waktu, untuk
seorang penyelia yang sebenarnya adalah salah satu peneliti.
Eksperimen lapangan sulit dilakukan pada organisasi
yang sebenarnya dan hanya sedikit dari eksperimen itu digunakan untuk meneliti
dampak dari perilaku kepemimpinan. Dalam eksperimen lapangan ini, perialku
telah dimanupulasi dengan program latihan. Dalam studi selama 18 bulan terhadap
para manajer sebuah pabrik saja, para manajer yang menerima pelatihan
menghsilkan pertimbangan lebih yang banyak dan memerima peringkat kerja
yanglebih tinggi dibanding para Manajer pada kelompok kendali (hand & slocum,
1972). Hasilnya tidak pasti untuk perilaku yang berorientasi pada tugas. Pada
studi mengenai para penyelia sebuah rumah sakit, pelatihan meningkatkan
perilaku pertimbangan dan menghasilkan kepuasan dan kehadiran lebih tinggi,
diukur dua bulan setelah pelatihan (wexley & Nemeroff, 1975). Dalam studi
terhadap para penyelia lini pertama, pelatihan meningkatkan penggunaan beberapa
perilaku yang berorientasi pada hubungan (misalnya, mendengarkan secara aktif,
memberi pujian), dan terdapat peningkatan signifikan atas peringkat kinerja
yang dibuat satu tahun setelah pelatihan oleh atasan dari masing-masing
penyelia (latham & Saari, 1979). Pada studi terhadap penyelia, pelatihan
hubungan antar manusia menghasilkan lebih banyak penggunaan beberapa perilaku yang
berorientasi pada hubungan (misalnya mendengarkan secara aktif, memberi pujian,
konsultasi) dan peningkatan signifikan sebanyak 17 persen atas produktivitas
kerja (produksi per jam) terjadi pada enam bulan setelah pelatihan diselesaikan
(Porras &Anderson, 1981). Akhirnya, pada studi terhadap para penyelia
produksi di sebuah parik mebel, produktivitas meningkata (untuk enam bulan
hingga 2 tahun setelah pelatuhan) pada tiga dari empat departemen di mana para
penyelianya dilatih untuk menggunakan lebih banyak pujian kepada para
bawahannya (Wikoff, Anderson & Crowell, 1983).
Ringkasnya, penelitian eksperimental dalam laboraturium dan suasana
lapangan menemukan bahwa peningkatan perilaku kepemimpinan yang berorientasi
pada hubungan biasanya menghasilkan kepuasan dan produktivitas yang lebih
tinggi pada para bawahan. Perilaku yang berorientasi pada tugas tidak
dimanipulasi pada banyak studi eksperimental, dan jika dimanupulasi hasilnya
campur aduk dan tidak bisa disimpulkan.
2.2
PENELITIAN PERILAKU MENGGUNAKAN PERISTIWA KRITIS
Dalam kebanyakan studi tentang peristiwa kritis,
peristiwa tersebut dikelompokan bersama atas dasar isi perilaku yang sama, oleh
para peneliti atau oleh panel atasa responden. Kategori perilaku yang
dihasilkan berbeda besar dari satu studi dengan studi lainya. Pembeda terseut
sebagian disebabkan oleh keragaman pemimpin yang telah dipelajari, termasuk
misalnya penyelia produksi (Gellerman, 1976; Heizer, 1972), para menejer toko
kelontong (Anderson &Nilson, 1964) serta para menejer departemen pada
toko-toko enceran (Campell, Dunette, Arvey & Hellervik, 1973), dan para
penyelia karyawan perkayuan (Latham & Wexley, 1977)perbedaan kategori
perilaku juga disebabkan oleh sifat proses klaifikasi yang sembarang (arbitrary)
dan subyektif. Meski demikian, penilaian yang mendalam atas hasil-hassil studi
itu memperlihatkan bahwa adanya tinggkat kesamaan diantara studi terseut. Jenis
perilaku pemimpin berikut ini ada dalam seagian besar studi :
1.
Merencanakan, mengkoordinasikan operasi
2.
Mengawasi bawahan (mengarahkan, memberi instrukssi, memantau kinerja)
3.
Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para bawahan
4.
Menetapkan dan mempertahankan hubungan yang baik dengan para atasan,
rekan sejawat, dan pihak luar.
5.
Menerima tanggung jawab untuk mengawasi kebijakan organisatoriss,
melaksanakan tugas yang sibutuhkan, dan membuat keputusan yang diperlukan.
v
Keterbatasan Penelitian Peristiwa Kritis
Metode peristiwa kritis mempunyai sejumlah keterbatasan. Metode ini
mengasumsikan bahwa sebagian esar responden mengetahui perilaku apa yang
penting dan relevean agi efektifitas pemimpin, dan mengasumsikan bahwa perilaku
tertentu itu penting jika sering muncul pada peristiwa yang dilaporkan oleh
banyak orang. Namun para responden terseut dapat bias persepsi mereka tentang
apa yang efektif, dan para responden dapat cenderung mengingat dan melaporkan peristiwa
yang konsisten dengan stereotipe mereka atau dengan teori implisit tentang
pemimpin yang efektif. Para peneliti jarang sekali melakukan tindakan lanjut
atas studi peristiwa kritis dengan penelitian tambahan untuk memverifikasi
bahwa perilaku terseebut mampu menbedakan antara para pemimpin yang efektif dan
tidak efektif yang yang dipilih berdasarka kriteria yang bebas, misalnya
kinerja kelomppok. Pendekatan tindak lanjut tersebut telah digunakan dengan
sukses pada sebuah studi yang dilakukan oleh Latham dan Wexley (1977) terhadap
penyelia dari para pekerja dalam usaha perkayuan.
Banyak dari kategori perilaku yang ditemukan pada
penelitian peristiwa kritis didefenisikan berdasar istilah yang menghubungkan
perilaku tersebut dengan persyaratan spesifik atas pekerjaan dari jeni pemimpin
yang dipelajari. Mendefenisikan kategori perilaku yang tingkat kekhususan ini
memudahkan tujuan, seperti pengembangan alat penilaian kinerja atau penentuan
kebutuhan akan pelatihan, namun sulit ntuk membandingkan kategori tersebut
antar studi terhadap berbagai jenis pemimpin. Keterbatasan tersebut dapat
ditanggulangi dengan melakukan kodifikasi peristiwa tersebut dalam kategori
perilaku yang ditentukan lebih dulu yang dapat diunkan secara luas, seperti
yang telah dilakukan oleh Yukl dan Fleet (1982). Penggunaan kategori perilaku
yang spesifik dan ssituasional dan yang lebih generik memmungkinkan untuk
digunakan pada penelitian peristiwa kritis untuk mencapai beragam tujuan.
v PENELITIAN
TERHADAP PEMIMPIN YANG HIGH-HIGH
Dalam sebagian besar studi atas
perilaku kepemimpinan, para peneliti telah menggunakan ukuran dan analisis yang
mengasumsikan model aditif. Para peneliti ayng dilakukan di negara-negara
barat, hasil model aditif tidak bisa disimpulkan. Perilaku tugas dan hubungan
cenderung terkorelasi secra positif dengan kinerja bawahan, tetapi kolrelasi
itu biasanya lemah (Fisher & Edwards, 1988). Hanya sedeikit studi yang
benar-benar telah menguji interaksi antara perilaku yang berorientasi pada
tugas dan yang terorientasi pada orang, dan hasilnya tidak konsisten (misalnya,
Evans, 1970; Fleishmen & Harris, 1962; Larson, Hunt & Osborn, 1976).
Dalam survei dan studi quasi ekserimental telah memberikan dukunag yang lebih konsisten (Misumi, 1985), tetapi
model multi plikatif tidak diuji.
Sebagian rangkuman, penelitian survei hanya
memberikan dukungan terbatas bagi usulan universal bahwa para pemimpin
tinggi-tinggi adalah lebih efektif. Sebaliknya, penelitian deskriptif dari
peristiwa kritis dan wawancara sangat menyarankan agar para pemimpin yang
efektif itu memandu dan memudahkan pekerjaan untuk mencapai tujuan tugas sambil
memelihara hubungan koopreatif dan kerja tim.
v EVALUASI
DARI PENELITIAN MENGENAI MODEL
Penelitian survei atas konsekuensin dari perilaku pemimpin tidak
memberikan ujian yang memadai mengenai model tinggi-tinggi. Beberapa studi
telah secara langsung menyelidiki apakah kedua jenis perilaku pemimpin itu
berinteraksi dalam cara yang saling memudahkan. Bahkan jika sebagian besar
studi telah menyimpulkan analisis demikian, terdapat beberapa keraguan bahwa
kuesioner yang digunakan dalam kebanyakan studdi menjadi dasra yang memadai
untuk mengevaluasi teori itu. Studi survei tidak mempertimbangakan kemungkinan
bahwa para pemimpin yang efektif menggunakan sebentuk perilaku yang
berorientasi tuagas maupun hubungan (Blake & Mouton, 1982;Sashkin &
Fulmer,1988; Yukl, 1989). menurut Blake & mouton, pemimpin efektif bukanlah
seseorang yang secara simultan memperlihatkan dua jenis perilaku yang berbeda,
atau seseorang yang berganti-ganti perilaku, tetapi lebih sebagai seseorang
yang memilih bentuk perilaku tertentu yang secara simultan mencerminkan
perhatian baik terhadap tugas maupun orang.
Sebuah contoh akan membantu memperjelas perbedaan ini. Pemimpin yang
tinggi-tinggi (high-high) mendorong para bawahan untuk menetapkan sasaran yang
menantang tetapi realistis mengenai kualitas produk yang luarbiasa bagusnya dan
berkonsultasi dengan mereka tentang cara-cara untuk meningkatkan kualitas. Pemimpin
yang tinggi tugas dan rendah hubungan menetapkan sasaran kualitas yang sulit
dan menekan para bawahan utuk meningkatkan kualitas. Pemimpin yang rendah
tugass dan tinggi hubungan mengabaikan masalah kualitas tetapi perhatian
terhadap bawahan dan berkonsultasi dengan mereka tentang cara-cara membuat
lingkungan kerja menjadi lebih menyenangkan. Pemimpin yang renda-rendah
mengabaikan masalh kualitas dan tidak acuh terhadap kebutuhan dan pilihan para
bawahan.
Interdependensi biasa menjadi amat kompleks dan tidak selalu mungkin
untuk sebelumnya mengintegrasikan perhatian terhadap tugas dan orang. Pilihan
yang sulit harus di lakukan jika serangkaian tindakan memilimiki konsekuensi
positif dan negatif. Sebagai contoh, terkadang tindak mungkin mencapai tujuan
tugas kecuali orang diminta untuk membeuat pengorbanan, meninggalkan tunjangan
pribadi, da memderita kesulitan berat yang tidak akan mereka sukai. Lebih kagi,
kebanyakan jenis perilaku memiliki hasil yang makin berkurang, dan tingkat
optimalnya cara merupakan jumlah maksimum dari setiap perilaku. Sebagai contoh,
biasanya menguntungkan bagi pemimpin bila memperjelas persyaratan peran para
bawahan, tetapi pengarahan (“mikromanaging”) yang berlebihan menyebabkan
penolakan, menghalangi inisiatif, dan merendahkan motivasi intrinssik. Biasanya
menguntungkan bagi pemimpin jika memberikan dukungan dan dorongan kepada para
bawahan, tetapi sejumlah besar perilaku mendukung (“menjadi terlalu
melindungi”) yang berlebihan mendorong ketergantungan, membatasi perkembangan,
dan pada akhirnya dapat menyebabkan penolakan. Model tersebut dan sebagian
besar penelitian mengenai hal tersebut tidak mengakui kebutuhan untuk
menyeimbangkan nilai-nilai yang saling bersaing dan tidak menemukan setingkat
perilaku yang optimal.
v REKONSILASI
PENDEKATAN UNIVERSAL dan SITUASIONAL
Cara perilaku pemimpin dikonseptualisasikan dan diukur juga mempunyai
implikasi terhadap kontroversi mengenai model universal situasional tentang
efektifitas kepemimpinan. Model universal mendalilkan bahwa atribut
kepemimpinan tertentu adalah optimal dalam semua situasi, sedangkan model
situasional menyebutkan atribut berbeda berlaku dalam situasi berbeda. Saat
Blake n Mouton (1982) menekankan pada aspek kualitatif yang membedakan perilaku
tinggi-tinggi dari kombinasi lainnya, mereka dengan jelas mengakui perlunya
para pemimpin memilih bentuk perilaku yang spesifik yang cocok bagi waktu atau
situasi tertentu. Para manajer yang efektif mempunyai perhatian tinggi baik
terhadap tugas maupun orang, namun cara perhatian tersebut diterjemahkan
menjadi perilaku berfariasi menurut situasi dan dari satu bawahawn dengan
bawahan lainnya. Jadi, sebuah teori kep[emimpinan mungkin saja memiliki kedua
aspek universal dan situasioanal. Bentuk universal dari teori mereka adalah
orientasi nilai yang digunakan oleh manajer yang tinggi-tingi untuk memilih
perilaku yang cocok, bukan pola tertentu dari perilaku tinggi-tinggi yang
diterapkan secara otomatis pada semua situasi. Aspek situasional dari teori
mereka adalah pemikiran bahwa perilaku tersebut harus relevan dengan situasi
agar dapat menjadi efektif. Namun Blake & Mouton sebenarnya tidak pernah
mengembanngkan usulan yang spesifik mengenai perilaku yang cocok bagi situasi
yang berbeda.
Dengan memikirkan sifat pekerjaan manajerial (liahat bab 2), menjadi
jelas bahwa esensi dari pekerjaan demikian adalah sekelompok proses yang saling
terjalin (yakni, mempengaruhi, menangani informasi, membangun jaringan kerja,
dan mengambil keputusasn ) biasanya yang menyangkut baik masalah tugas maupun
hubungan. Dimensi tugas dan hubungan dari perilaku secara konseptual dapat
berbeda, namun pada prakteknya tiap peristiwa perilaku mempunyai implikasi baik
terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Para manajer telah dibebani tuntutan
yang berlebihan dan harus membagi waktunya dan memilih perilaku yang relevan.
Karena itu, para manajer yang efektif akan memiliki perilaku dapat
menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah secara brsama-sama.
2.3 TASKONOMI PERILAKU KEPEMIMPINAN
Sebuah masalah besar dalam penelitian mengenai
kandungan dari perilaku kepemimpinan adalah identifikasi kategori perilaku yang
relevan dan berarti bagi semua pemimpin. Dalam penelitian atas aktivitas
manajerial dalm bab 2, kita melihat bahwa setiap studi menghasilkan sekempulan
kategori perilaku yang agak berbeda yang menyulitkan untuk membandingkan dan
mengintegrasikan hail lintas studi. Kondisi yang sama juga terjadi pada
penelitian deskriptif yang ditinjau dalam bab ini. Konsekuensinya empat dekade
terakhir ini telah menyaksikan timbulnya berbagai konsep perilaku yang
membingungkan menyangkut para manajer dan pemimpin (lihat Bass,1990; Fleishman
et al.,1991). Terkadang digunakan istilah berbeda untuk menunjukan ke jenis
perillaku yang sama. Pada saat lainnya, istilah yang sama tersebut telah
didefenisikan secara berbeda oleh eragai ahli teori. Apa yang diperlakukan
sebagai kategori perilaku yang umum oleh seorang ahli teori, dipandang sebagai
dua atau tiga kategori berbeda oleh ahli teori lainnya. Taksonomi yang berbeda
telah timbuldari disiplin penelitian yang berbeda, dan sulit sekali untuk
menerjemahkan sejumlah koinsep ke konssep lainnya.
v SUMBER
KERAGAMAN ANTAR TAKSOMI
Terdapat beberapa alas an atas keragaman taksomi
yang dikembangkan untuk menjelaskan perilaku kepimimpinan (Fleishman
et,al.,1991;Yukl,1989). Kategori perilaku adalah atribut abstraksi bukannya
atribut berwujud dari dunia nyata. Kategori perilaku di peroleh dari perilaku
yang dapat diamati agar dapat mengorganisasikan persepsi mengenai dunia dan
membuatnya menjadi berarti,namun kategori tersebut tidak ada dalam arti
obyektif.Tidak terdapat sejumlah kategori,perilaku yang “benar”.Jadi,taksomi
yang di rancang untuk mempermudah penelitian dan teori tentang efektivitas
manajerial mempunyai focus yang agak berbedah dari taksomi yang di rancang
untuk menjelaskan pengamatan atas aktifitas manajerial,atau taksomi yang di
rancang untuk mengkatalogkan tanggung jawab posisi dari para menejer dan para
administrator.
Sumber ketiga dari keragamanantar taksomi perilaku
adalah metode yang di gunakan untuk mengembangkannya.Beberapa taksomi
dikembangkan dengan meneliti pola covariance antar butir (item) perilaku pada
kuesioner deskripsi perilaku yang menjelaskan manajer-manajer actual (metode
analisis factor), beberapa taksomi dikembangkan dengan menilai contoh-contoh
perilaku kelompok berdasarkankesamaan yang di rasakan mengenai isi atau tujuan
(klasifikasi penilaian judgmental),dan beberapa taksomi dikembangkan melalui
deduksindari teori (pendekatan teoritis-deduktif).Masing-masing metode
mempunyai bias tersendiri,dan penggunaan berbagai metode menghasilkan taksomi
yang agak berbeda,bahkan jika tujuannya sama.
v
Keterbatasan Dari Taksomi Berbasis Faktor
Analisis factor terhadap kuesioner survey telah
digunakan untuk mengembangkan sebagian besar taksomi perilaku.Ini merupakan
perangkat statistic yang berguna,tetapi memiliki beberapa keterbatasan serius
yang membantu menjelaskan kurangnya konsistensi bahkan diantara taksomi-taksomi
yang dikembangkan dengan metode yang sama untuk tujuan bersama.Terdapat jenis
prosedur analisis factor yang berbeda,dan hasilnya terpengaruh oleh piliihan
subyektif antar prosedur.Hasilnya juga terpengruh oleh kandungan darikumpulan
butir (item),jumlah ambigiutas dalam butir perilaku,pilihan format dan respon
yang digunakan dalam kuesioner,besaransampel dan identitas responden,
pengalaman dan kerumitan kognitif responden,maksud penggunaan dan kerahasiaan
data,dan harapan awal para peneliti.
Hasil analisis factor atas kuesioner yang menggambarkan perilaku juga
terpengaruh oleh pengalaman dan kerumitan kognitif responden.Cukup sulit untuk
memberikan peringkat perilaku kepimimpinan bahkan pada kondisi yang
terbaik.Orang yang memiliki pengalaman yang terbatas dan teori implicit yang amat
sederhana tentang kepimimpinan efektif tidaklah mungkin memperhatikan dan
mengingat aspek halus dari perilaku pemimpin yang terjadi beberapa bulan atau
tahun sebelumnya.Orang yang telah memahami taksomi yang rumit akan akan lebih
mungkin memberikan peringkat yang lebih akurat berdasarkan taksomi
itu.Namun,penelitian validasi atas kuesioner kepimimpinan jarang dilakukan
terhadap respon yang memahami kategori perilaku yang mendasari.
v
Mengintergrasikan Kerangka Kerja Untuk Menggolongkan Perilaku
Beberapa penelitian terbaru dinyatakan bahwa taksomi
tiga dimensi memberikan cara yang paling hemat dan paling berguna untuk
mengelompokkan perilaku spesifik ke dalam kategori umum (Ekall &
Arvonen,1991;Yukl,199a).Taksomi itu merupakan perluasan dari pendekatan dua factor
yang mendominasi sebagian besar teori
dan penelitian awal mengenai perilaku kepimimpinan yang efektif.Namun seperti
dalam jaringan manejerial dari Blake
& Mouton,model yang mendasari menekankan hubungan antara perilaku dan
perhatian pemimipin,bukan hanya kandungan perilaku tersebut
Pehatian terhadap efisiensi tugsa,hubungan
manusia,dan perubahan adaptif dikanseptualisasikan sebagai tiga dimensi
idependen bukannya tiga kategori perilaku spesifik yang saling meniadakan.
Perilaku kepimimpinan spesifik akan melibatkan campuran dari tiga perhatian
atau tujuan berikut:
1.
Berorientasi Tugas. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan penyesaian
tugas,mengguneeakan personil dan sumber daya secara efisien,dan
menyelenggarakan operasi yang teratur dan dapat diandalkan.
2.
Berorientasi Hubungan.Jenis perilaku ini terutama memperhatikan
perbaikan hubungan dan membantu orang,meningkatkan kooperasi dan kerja tim,
meningkatkan kepuasan kerja bawahan,dan membangun identifikasi dengan
organisasi.
3.
Berorientasi Perubahan.Jenis perilaku ini terutama meperhatikan
perbaikan keputusan strtegis;beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan;meningkatkan fleksibilitas dan inovasi;membuat perubahan besar di
bidang proses,produk atau jasa;dan mendapatkan komitmen terhadap perubahan.
Ketiga jenis perilaku itu berinteraksi untuk
bersama-sama menentukan kinerja unit kerja.Para pemimpim yang efektif
menentukan mana perilaku yang berorientasi tugas,hubungan dan perubahan yang
spesifik yang tepat dan sama-sama dapat dibandingkan untuk situasi tertentu.
v Perilaku
Tugas Yang Spesifik
Bagian ini menjelaskan tiga jenis spesifik yang berorientasi tugas yang sangat relevan
bagi kepimimpinan yang efektif.Perilaku itu meliputi:
(1)merencanakan,(2)menjelaskan dan ,(3) memantau Perilaku itu jelaskan dan
penelitian mengenai setiap jenis perilaku itu ditinjau secara singkat.
Ø
Merencanakan Aktifitas Kerja
Merencanakan berarti memutuskan apa yang harus
dilakukan,bagaimana melakukannya,siapa yang akan melakukannya,dan kapan hal itu
akan di lakukan. Tujuan perencanaan adalah memastikan pengorganisasian yang
yang efektif atas unit kerja,koordinasi aktifitas,dan penggunaan sumber
daya.Merencanakan adalah perilaku yang didefinisikan dengan luas yang meliputi
membuat keputusan tentang tujuan,prioritas,strategi,organisasi kerja,pemberian
tanggung jawab,pembuatan jadwal aktifitas,dan alokasi sumber daya di antara
aktifitas berbeda menurut kepentingan relative aktifitas tersebut.Nama-nama
khusus terkadang di gunakan untuk subvariasi merencanakan.Sebagai contoh
,”perencanaan operasional”adalah pembuatan jadwal pekerjaan rutin dan penentuan
pemberian tugas untuk hari atau minggu berikutnya.”perencanaan tindakan”adalah
penyusunan langkah tindakan rinci dan jadwal untuk menerapkan kebijakan baru
atau menjalankan proyek (lihat panduan dalam table 3-5).”perencanaan
kontijensi”adalah penyusunan prosedur untuk menghindari atau menghadapi potensi
permasalahan atau bencana. Akhirnya,merencanakan juga meliputi bagaimana
mengalokasikan waktu untuk tanggung jawab dan sejumlah aktifitas
berbeda”(manajemen waktu”).
Ø Melakukan
Klarifikasi Peran dan Tujuan
Melakukan klarifikasi merupakan pengkomunikasian rencana , kebijakan dan
harapan peran. Sub-kategori utama dalam melakukan klarfikasi meliputi:
1.
Mendifinisikan tanggung jawab dan persyaratan pekerjaan,
2.
Menetapkan sasaran kinerja, dan
3.
Memberikan tugas-tugas khusus.
Pedoman bagi setiap jenis pengklarifikasikan dalam
tabel 3-6. Tujuan perilaku pengklarifikasian ini adalahuntuk memandu dan
mengkoordinasi akrtivitas kerja dan memastikan agar orang-orang mengetahui apa
yang harus dilakukan dan bagaiman melakukannya. Sangatlah penting agar setiap
bawahan memahami kewajiban, fungsi, dan
aktivitas apa yang dibutuhkan dalam pekerjaan dan hasil seperti apakah
yang diharapkan. Bahkan seorang bawahan yang kompeten dan termotifasi bisa
gagal untuk mmencapai tingkat konerja yang tinggi jika merasa bingung akan
tanggung jawab dan prioritasnya. Kebingungan tersebut merupakan akibat dari
usaha yang salah arah dan melalaikan usaha yang penting yang justru melakukan
hal lain yang kurang atau tidak terlalu penting. Makin rumit dan makin rumit
dan makin banyak seginya pekerjaan, maka makin sulit untuk menemukan apa yang
harus dilakukan.
Ø Pemantauan
Operasi
Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi tentang operasi unit
organisatoris manajer tersebut, temasuk kemajuan kerja, kinerja setiap bawahan,
kualitas produk atau jasa, dan kenerhasilan proyak atau program. Perilaku memantau
dapat bermacam-macam bentuknya, termasuk pengamatan operasi kerja, memeriksa
kualitas sampel pekerjaan, dan mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan dengan
seseorang atau kelompok.
TABEL 3-7 Pedoman untuk Memantau Operasi
Mengidentifikasi dan mengukur indikator kenerja
penting.
Memantau variabel proses kunci dan juga hasilnya.
Mengukur kemajuan untuk dibandingkan dengan rencana
dna anggaran.
Mengembangkan sumber informasi indipenden tentang
kinerja.
Mengawasi operasi secara langsung jika mungkin.
Menanyakan pekerjaan khusus tentang pekerjaan.
Mendorong pelaporan permasalahan dan kesalahan.
Mengadakan pertemuan tinjauan kemajuan periodik.
2.4
PERILAKU HUBUNGHAN KHUSUS
Bagian bab ini menjelaskan tiga jenis khusus
perilaku yang berorientasi hubungan yang sangat relevan bagi kepemimpinan
efektif. Perilaku itu meliputi:
1.
Memberikan Dukungan
Memberikan dukungan meliputi beragam luas perilaku
yang memperlihatkan pertimbangna, penerimaan, dan perhatian akan kebutuan dan
perasaan orang-orang lain. Memberi dukungan merupakan komponen inti dari
pertimbangan, seperti yang didefenisikan oleh Fleishman (1953) dan Stogdill
(1974), dan ini juga merupakan komponen inti dari kepemimpinan supertif, sepeti
yang didefinisikan oleh Bowers dan Seashor (1966) dan Hause dan Mitchell
(1974).
ü TABEL 3-8
Panduan Memberi Dukungan
Perlihatkan penerimaan dan pandangan yang positif.
Berkelakuanlah sopan penuh perhatia, tidak arogan
dan kasar.
Pelakukan setiap bawahan sebagai manusia atau
individu.
Memperlakukan bawahan sebagai individu.
Bersabarlah dan selalu beri bantuan ketika memberi
instruksi atau penjelasan.
Berikan simpati dan beri dukungan ketika bawahan
gelisa atau kesal.
Perlihatkan rasa percaya diri kepada seseorang
ketika menghadapi tugas yang sulit.
Berikan bimbingan pekerjaan ketika dibutuhkan.
Selalu bersedialah membantu memecahkan persoalan
pribadi bawahan.
2.
Mengembangkan
Mengembangkan meliputi beberapa praktek manjerial
yang digunakan untuk meningkatkan ketrampilan seseorang dan memudahkan
penyesuaian pekerjaan dan kemajuan karier. Perilaku konsumen melakukan
pelatihan (coaching), memberikan nasehat (mentoring), dan konseling karier.
ü TABEL 3-9
Pedoman untuk Pelatiha atau coaching
Bantulah orang menganalisa kinerjanya dengan
memberikan pertanyaan atau menyarankan aspek-aspek untuk mengujinya lebih
teliti.
Berikan umpan balik konstruktif tentang perilaku
efektif dan tidak efektif yang diperlihatkan oleh orang tersebut.
Sarankan hal-hal tertentu yang dapat membantu
meningkatkan kinerja orang tersebut.
Perlihatkan cara yang lebih baik untukmelakukan
tugas atau prosedur yang rumit.
Nyatakan kepercayaan bahwa orang tersebut dapat
mempelajari tugas atau prosedur yang sulit.
Perlihatkan kepada orang tersebut tentang cara
memecahkan masalah bukan hanya memberikan jawabanny.
Berikan kesempatan untuk mempraktikan prosedur yang
sulit sebelum prosedur itu gunakan dalam pekerjaan.
ü TABEL 3-10
Pedoman untuk Memberikan Nasihat Mentoring
Perlihatkan perhatia atas perkembangan setiap orang.
Bantulah orang itu mengidentifikasi kekurangan
keterampilan.
Bantulah orang itu untuk menemukan cara-cara untuk
mendapatkan keterampilan yang diperlukan.
Doronglah kehadiran pada kursus pelatihan yang
relevan.
Berikan kesempatan untuk mengembangkan keteampilan
dalam pekerjaan.
Berikan saran karier yang membantu.
Promosikan reputasi orang tersebut.
Jadilah model anutan.
tanggung jawab yang lebih besar dalam organisasi
saat terjadi lowongan pekerjaan.
3.
Memberikanpengakuan
Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian
dan memperlihatkan apresiasi kepada orang lain atas kinerja yang efektif.
Keberhasilan yang signifikan, kontribusi yang penting bagi organisasi. Walaupun
paling umum memberikan pengakuan sebagai sesuatu yang diberikan oleh manajer
kepada bawahan, praktik manajerial ini juga digunakan terhadap rekan sejawat,
atasan dan orang-orang diluar unit kerja. Tujuan utama pengakuan, khususnya
saat digunakan kepada bawahan adalah untuk memperkuat perilaku yang diinginkan
dan komitmen kepada tugas.
ü 3
Bentukutamapengakuan
v Pujian
Pujian terdiri dari komentar lisan,ekspresi,atau
bahasa tubuh yang mengakui keberhasilan dan konstribusi seseorang. Ini
merupakan bentuk pengakuan yang paling mudah digunakan. Kebanyakan pujian
diberikan secara pribadi, tetapi dapat digunakan dalam acara ritual atau
upacara public.
v
Penghargaan
Penghargaan meliputi hal-hal seperti sertifikat
keberhasilan,surat penghargaan, plakat, tropi, medali, atau pita penghargaan.
Memberikan penghargaan formal merupakan tindakan simbolis yang menyampaikan
nilaidan prioritas manajer kepada orang-orang dalam organisasi. Jadi adalah
agar penghargaan didasarkan pada kriteria bukannya sifat pilih kasih atau
penilaian sembarangan. Penghargaan yang sangat terlihatmemungkinkan orang lain
untukikutsertadalam proses mengharga isi menerima dan memperlihatkan apresiasi
bagi konstribusinya organisasi.
v Upacara
Pengakuan
Upacara pengakuan memastikan bahwa keberhasilan
seseorang diakui bukan hanya oleh manajer tetapi anggota organisasi itu.
Upacara pengakuan dapat digunakan untuk merayakan keberhasilan unit kerja atau
tim serta keberhasilan seseorang .
kebiasaan atau upacara khusus untuk menghormati karyawan atau tim tertentu
dapat memiliki nilai simbois yang kuat saat dihadiri oleh manajemen puncak,
karena merekam emperlihatkan perhatian mereka atas apek perilaku atau
kinerja yang diberikan pengakuan.
Selama 50 tahun terakhir, penelitian mengenai
hubungan antara perilaku dan efektivitas kepemimpianan telahdidominasi oleh
perspektif tingkat mikro da focus atas proses dyadic. Penelitian awal sebagian besar mengabaikan
cara para pemimpin mempengaruhi orang dengan menarik nilai-nilai ideology,
membantu menerjemahkan makna peristiwa, dan memudahkan adaptasi dan perubahan
lingkungan yang bergolak. Aspek-aspek kepemimpinan tersebut saa ini ditekankan
pada teori kepemimpinan transformasional, karismatik, danberorientasi pada
perubahan.
Taksonomi perilaku merupakan bantuan deskriptif yang
dapat membantu kita menganalisis peristiwa rumit dan memberikan pengertian yang
lebih baik mengenai hal tersebut. Namun ,sangat penting untuk diingat bahwa
semua taksonomi perilaku adalah sembarangan (arbitary), dan tidak mempunyai
keabsahan dalam arti kata absolut. Sayangnya, telah terlalu banyak keasyikan
dalam mendapatkan dan menggunakan kategori perilaku yang “benar” dalam banyak
studi lapanagan mengenai perilaku manajerial, hanya sedikit perilaku yang
“benar” yang diukur, yang mengakibatkan banyaknya peluang yang dilewatkan untuk
mengumpulkan informasi yang kaya dan
bersifat deskriptif mengenai pola umum perilaku kepemimpinan. Baik pada
penelitian koesioner maupun observasi ,sangatlah penting untuk bertindak
fleksibel terhadap konsepsi perilaku yang digunakan untuk menganalisis pola-pola
perilaku kepemimpinan, bukannya mengansumsikan bahwa kita telah mengetahui
lebih dulu konsep siapa yang paling berguna.
Berapa taksonomi telah diuasulkan untuk menjelaskan
jenis perilaku yang khusus.Perbedaan anta taksonomi dapat dijelaskan sebagi sebuah
hasil dari perbedaan dalam tujuan.,tingkat abstraksi, dan metode pengembangan.
Namun, perbedaan dalam label kategori cenderung untuk mengaburkan sejumlah
pemusatan pandangan dalam kandungan prilaku.
Perencanaan ,melakukan penjelasan dan pengawasan
merupakan perilaku penting yang berorientasi tugas yang secara bersama-sama
mempengaruhi kinerja bawahan. Perencanaan melibatkan membuat keputusan tentang
tujuan, prioritas, strategi, alokasi sumber daya, pemberian tanggung jaawab,
pembuatan jadwal aktivitas, dan alokasi waktu manajer itu sendiri. Membuat
penjelasan meliputi memberikan tugas, menjelaskan tanggung jawab pekerjaan,
menjelaskan peraturan dan prosedur, mengkomunikasikan prioritas, menetapkan
sasaran kinerja khusus dan tenggat waku, dan memberikan instruksi tentang
bagaimana melakukan sebuah pekerjaan. Pengawasan melibatkan mendapatkan
informasi yang dibutuhkan untuk mengevaluasi operasi dari unit kerja dan
kinerja dari masing-masing bawahan.
Memberikan dukungan, mengembangkan dan memberikan
pengakuan merupakan perilaku penting yang berorientasi pada hubungan.
Memberikan dukungan meliputiki saran luas prilaku dimana seorang manaje
rmemperlihatkan pertimbangan, penerimaan, dan perhatian kepada kebutuhan dan
persaan seseorang.seorang manajer yang perhatian dan bersahabat terhadap
orang-orang mungkin memenangkan persahabatan dan kesetiaan mereka.
Mengembangkan meliputi perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
yang berhubungan dengan pekerjaan dan memudahkan penyesuaian pekerjaan dan
kemajuan karir seseorang. Contohnya meliputi pelatihan, pemberian nasihat, dan
konseling karir. Memberikan pengakuan melibatkan memberikan pujian dan
memperlihatkan apresiasi terhadap orang lain atas kinerja yang efektif,
keberhasilan yang signifikan, dan konstribusi penting kepada orgnisasi.
Memberikan pengakuan membantu untuk menguatkan perilaku yang diinginkan,
meningkatkan hubungan antar pribadi, dan menigkatkan kepuasaan kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar