Senin, 18 April 2016

Dasar Kompensasi

Asas-asas kompensasi menurut Hasibuan (2009) sebagai berikut:
1.    Asas adil, Setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Asas adil akan tercipta suasana kerja yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas dan stabilitas karyawan akan lebih baik. Selain itu, dampak dari kompensasi yang adil yaitu:
a.       Dampak positif dalam efisiensi dan hasil kerja setiap karyawan.
b.      Karyawan terdorong untuk memberikan kinerja melebihi standar normal
c.       Membantu proses evaluasi jabatan
d.      Keseimbangan kerja dan kehidupan
2. Asas layak dan wajar, Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relative, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal dan eksternal konsistensi yang berlaku.


Menurut Robbin (1997) menyatakan bahwa program kompensasi yang efektif harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.    Sederhana : aturan-aturan dalam sistem kompensasi harus ringkas, jelas dan mudah difahami.
2.    Spesifik : jangan hanya mengatakan “hasil lebih banyak” atau “hentikan kecelakaan”. Para pegawai perlu mengetahui secara tepat tentang apa yang harus mereka kerjakan.
3.    Terjangkau : setiap pegawai harus mempunyai peluang yang wajar untuk memperoleh kompensasi.
4.    Terukur : sasaran-sasaran yang terukur adalah dasar untuk membangun rencana-rencana atau program kompensasi. Program kompensasi akan menjadi tidak ada manfaatnya bila hasil/prestasi kerja spesifik tidak dapat dikaitkan dengan rupiah yang dikeluarkan.

Dalam menjalankan kebijakan kompensasi tentu tidak akan jauh dari tantangan yang akan mempengaruhinya. Berikut diantara tantangan-tantangan yang akan mempengaruhi kebijakan kompensasi adalah:
1.    Suplai dan Permintaan Tenaga Kerja
     Beberapa jenis pekerjaan mungkin harus dibayar lebih tinggi daripada yang ditunjukkan oleh nilai relatifnya karena desakan kondisi pasar. Sebagai contoh, pada tahun 1970-an, kelangkaan tenaga akuntan menyebabkan perusahaan (organisasi) harus memberikan tunjangan kelangkaan disamping kompensasi dasar untuk memperoleh tenaga kerja akuntan.
2.    Produktivitas
Perusahaan harus memperoleh laba untuk menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh. Tanpa hal ini, perusahaan tidak akan bias bersaing lagi. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membayar para karyawannya melebihi kontribusi mereka kepada perusahan melalui produktivitas mereka. Bila ini terjadi (bisa karena kelangkaan atau kekuatan serikat karyawan), perusahaan biasanya merancang kembali pekerjaan-pekerjaan, melatih para karyawan baru untuk menaikkan suplai atau melakukan automaisasi.
3.    Kesediaan untuk membayar
     Bukan merupakan suatu pernyataan yang berlebihan bahwa perusahaan sebenarnya ingin membayar kompensasi secara adil dan layak. Oleh karena itu, perusahaan juga merasa bahwa para karyawan seharusnya melakukan pekerjaan sesuai dengan upah yang mereka terima. Manajemen perlu mendorong para karyawan untuk meningkatkan produktivitas mereka agar kompensasi yang lebih tinggi dapat dibayarkan.
4.    Berbagai kebijaksanaan pengupahan dan penggajian
     Hampir semua organisasi mempunyai kebijaksanaan yang mempengaruhi pengupahan dan penggajian. Salah satu kebijaksanaan yang umum adalah memberikan kenaikan upah yang sama besarnya pada karyawan angota serikat  buruh maupun karyawan yang bukan angota serikat. Banyak perusahaan mempunyai kebijaksanaan pembayaran bonus (premium) diatas upah dasar untuk meminimumkan perputaran karyawan atau untuk menarik para karyawan terbaik. Perusahaan-perusahaan lain mungkin juga menetapkan kenaikan kompensasi secara otomatis bila indeks biaya hidup naik.
5.    Kendala-kendala pemerintah
     Tekanan-tekanan eksternal dari pemerintah dengan segala peraturannya mempengaruhi penetapan kompensai perusahaan. Peraturan upah minimum, upah kerja lembur, dan pembatasan umur untuk tenaga kerja anak-anak merupakan beberapa contoh kendala kebijaksanaan kompensasi yang berasal dari pemerintah
KOMPENSASI INTERNASIONAL
Ketika semua masalah tersebut dipertimbangkan, maka dapat dilihat bahwa kompensasi bagi ekspatriat sangatlah kompleks. Beberapa pendekatan terhadap masalah kompensasi adalah sebagai berikut :

1.    Pendekatan Neraca
Banyak perusahaan multinasional menggunakan pendekatan neraca dalam menangani masalah kompensasi bagi ekspatriat. Pendekatan neraca memberikan paket kompensasi kepada ekpatriat yang sebanding dengan yang didapat di negara asal. Asumsi-asumsinya adalah sebagai berikut:
a.       Mengacu kepada negara asal, Paket kompensasi yang mengacu kepada negara asal dibentuk untuk mempertahankan tenaga kerja mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan level mereka seperti yang didapat di negara asal. Manfaat atau tunjangan-tunjangan khusus diberikan agar tenaga kerja tersebut dapat mempunyai tingkat kehidupan yang sama dengan yang dia dapatkan di negara asal.

b.      Pembatasan periode penugasan. Biasanya ekspatriat mempunyai masa penugasan sekitar dua sampai tiga tahun. Paket kompensasi dibuat untuk mempertahankan tenaga kerja selama beberapa waktu sampai mereka dapat diintegrasikan kembali ke dalam paket kompensasi negara asal. Jadi paket kompensasi sementara bagi penugasan internasional harus dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan tenaga kerja untuk kembali kepada paket kompensasi negara asal.


2.    Pendekatan Pasar Global
Berbeda dengan pendekatan neraca, pendekatan pasar global mengasumsikan bahwa penugasan internasional harus dilihat sebagai suatu yang berlangsung secara terus menerus, tidak hanya sementara, walaupun penugasan tersebut dapat membawa tenaga kerja kepada negara yang berbeda untuk waktu yang berbeda pula. Pendekatan ini lebih lengkap dari segi komponen kompensasi utama (seperti asuransi dan biaya pindah) harus ditetapkan tidak tergantung dari negara di mana tenaga kerja tersebut ditugaskan. Akan tetapi, mematok tingkat gaji yang sesuai, dengan mempertimbangkan nilai tukar negara tempat pekerja ditugaskan, negara asal, dan/atau kantor pusat, menjadi lebih kompleks. Lebih lanjut, kemampuan untuk menerima kontribusi kompensasi yang tidak sama berdasarkan kinerja tenaga kerja tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya. Sehingga, kompensasi global perlu lebih fleksibel, lebih detil, dan lebih administratif. Beberapa faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif termasuk “perbedaan budaya” dari kantor pusat dan seberapa besar tanggung jawab dan otonomi yang ditanggung oleh kantor cabang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar